9 Alasan Emosional yang Membuat Banyak Karyawan Pilih Resign

9 Alasan Emosional yang Membuat Banyak Karyawan Pilih Resign
9 Alasan Emosional yang Membuat Banyak Karyawan Pilih Resign (Foto: Pixabay)

MYSEKRETARIS.MY.ID - Dalam dunia kerja modern, keputusan untuk resign bukan lagi semata-mata soal gaji atau posisi. Banyak karyawan yang sebenarnya memiliki penghasilan cukup, rekan kerja baik, dan lingkungan kerja yang nyaman, namun tetap memutuskan untuk pergi. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya sering kali terletak pada sisi emosional,perasaan yang muncul karena ketidakseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, kurangnya penghargaan, atau tekanan psikologis yang terus menumpuk.

Keputusan untuk resign biasanya tidak diambil secara mendadak. Ia muncul dari proses panjang, dari rasa lelah yang perlahan menjadi kecewa, hingga akhirnya berubah menjadi keinginan kuat untuk pergi. Artikel ini akan membahas sembilan alasan emosional utama yang sering menjadi penyebab banyak karyawan memilih untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya, meskipun secara rasional mungkin mereka masih bisa bertahan.

1. Merasa Tidak Dihargai

Salah satu alasan paling umum yang mendorong karyawan resign adalah perasaan tidak dihargai. Ketika seseorang sudah berusaha keras, lembur hingga larut malam, atau memberi kontribusi besar, namun tak pernah mendapat pengakuan, maka secara perlahan motivasi kerjanya akan menurun.

Bagi banyak orang, apresiasi tidak selalu berupa uang atau bonus, tetapi cukup dengan ucapan terima kasih atau pengakuan di depan tim. Ketika hal itu tidak pernah terjadi, mereka merasa keberadaannya tidak berarti. Lama-kelamaan, rasa kecewa itu berubah menjadi keputusan untuk mencari tempat kerja yang lebih menghargai usaha mereka.

2. Beban Kerja yang Tidak Seimbang

Karyawan sering kali resign karena merasa beban kerja yang mereka tanggung tidak seimbang dengan kompensasi atau kemampuan yang dimiliki. Tekanan kerja yang terlalu berat, tenggat waktu yang sempit, dan tuntutan berlebih bisa membuat seseorang kelelahan secara fisik maupun mental.

Kelelahan ini kemudian menimbulkan stres berkepanjangan. Ketika perusahaan tidak memberikan dukungan atau solusi, seperti menambah anggota tim atau membagi tugas dengan adil, karyawan akan merasa ditinggalkan sendirian. Dalam jangka panjang, hal ini bisa menyebabkan burnout dan akhirnya membuat mereka memilih keluar demi menjaga kesehatan mentalnya.

3. Lingkungan Kerja yang Toksik

Lingkungan kerja yang tidak sehat bisa menjadi penyebab utama seseorang memilih resign. Tempat kerja yang penuh gosip, persaingan tidak sehat, atau pimpinan yang senang menekan bawahannya bisa merusak suasana psikologis seseorang.

Ketika seseorang datang ke kantor dengan rasa cemas, bukan semangat, itu pertanda bahwa lingkungan kerja sudah tidak lagi mendukung perkembangan dirinya. Dalam situasi seperti itu, resign sering kali menjadi satu-satunya jalan untuk melindungi diri dari tekanan emosional yang terus meningkat.

4. Kurangnya Dukungan dari Atasan

Atasan yang baik bisa menjadi alasan seseorang bertahan, tapi atasan yang buruk justru bisa menjadi alasan seseorang pergi. Banyak karyawan merasa tidak mendapatkan dukungan dari pimpinan mereka,baik dalam bentuk bimbingan, empati, maupun kepercayaan.

Ketika setiap kesalahan kecil diperbesar, sementara pencapaian tidak pernah dihargai, karyawan akan kehilangan semangat kerja. Mereka merasa seolah-olah setiap langkah yang diambil selalu salah. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa menimbulkan rasa frustrasi dan membuat mereka memilih untuk meninggalkan pekerjaan yang seharusnya bisa menjadi karier yang menjanjikan.

5. Tidak Ada Kesempatan untuk Berkembang

Karyawan yang ambisius dan memiliki visi jangka panjang selalu mencari peluang untuk belajar dan tumbuh. Namun, ketika perusahaan tidak memberikan ruang untuk pengembangan diri, mereka akan merasa stagnan. Tidak ada pelatihan, promosi, atau tantangan baru yang membuat mereka terus berkembang.

Kondisi ini sering kali menimbulkan kebosanan dan kehilangan makna dalam bekerja. Ketika seseorang merasa masa depannya tidak akan berubah di tempat kerja saat ini, ia akan mulai mencari peluang di luar. Rasa ingin berkembang itulah yang akhirnya mendorong mereka untuk resign dan memulai perjalanan baru di tempat yang lebih menjanjikan.

6. Ketidakseimbangan antara Kehidupan dan Pekerjaan

Banyak karyawan resign karena merasa kehidupan pribadinya terganggu oleh pekerjaan yang terlalu menyita waktu dan energi. Jam kerja panjang, lembur tanpa batas, dan tekanan konstan bisa membuat seseorang kehilangan waktu untuk keluarga, teman, atau dirinya sendiri.

Keseimbangan antara hidup dan kerja adalah kunci kebahagiaan jangka panjang. Tanpa itu, seseorang bisa merasa hidupnya hanya berputar di kantor. Ketika perusahaan tidak peduli terhadap kesejahteraan mental karyawannya, resign menjadi bentuk perlawanan untuk kembali menemukan makna hidup di luar pekerjaan.

7. Tidak Cocok dengan Nilai dan Budaya Perusahaan

Setiap perusahaan memiliki budaya kerja dan nilai-nilai tertentu. Namun, tidak semua karyawan cocok dengan budaya tersebut. Misalnya, seseorang yang menjunjung tinggi kolaborasi mungkin tidak akan betah di lingkungan yang terlalu kompetitif dan individualistik.

Perbedaan nilai ini bisa menciptakan konflik batin. Ketika seseorang merasa harus mengorbankan prinsip atau kepribadiannya hanya demi bertahan, ia akan kehilangan rasa nyaman. Akhirnya, keputusan resign menjadi langkah realistis untuk mencari tempat kerja yang lebih sesuai dengan identitas dan nilai hidupnya.

8. Kehilangan Rasa Tujuan dan Makna dalam Bekerja

Setiap orang ingin merasa pekerjaannya berarti. Namun, ketika seseorang mulai merasa apa yang dikerjakannya tidak memberikan dampak atau makna, maka muncul rasa hampa. Ia mungkin tetap datang ke kantor, menyelesaikan tugas, tapi tanpa gairah atau kebanggaan terhadap apa yang dilakukan.

Kondisi ini biasanya terjadi ketika pekerjaan hanya dianggap rutinitas, tanpa tantangan atau visi yang jelas. Dalam situasi seperti ini, karyawan akan lebih mudah merasa kehilangan arah dan motivasi. Mereka akan mulai mencari pekerjaan baru yang memberikan rasa tujuan dan kepuasan batin lebih besar.

9. Kelelahan Emosional yang Menumpuk

Alasan terakhir dan paling mendalam adalah kelelahan emosional. Ketika seseorang terlalu lama menahan stres, kecewa, dan tekanan tanpa ada solusi, ia akan sampai pada titik lelah yang tidak bisa dipulihkan hanya dengan cuti singkat.

Kelelahan emosional ini sering kali tidak terlihat, tapi dampaknya sangat besar. Karyawan bisa kehilangan semangat hidup, sulit fokus, bahkan merasa tertekan setiap kali menerima pesan kerja. Dalam kondisi seperti ini, resign bukan hanya keputusan profesional, tapi juga langkah penyelamatan diri agar bisa memulai kembali hidup dengan lebih sehat dan bahagia.

Kesimpulan

Resign bukan selalu tentang uang, tapi tentang emosi yang tidak lagi seimbang. Banyak karyawan meninggalkan pekerjaannya karena merasa tidak dihargai, kehilangan makna, atau tidak lagi bahagia dengan lingkungan kerja. Ketika hati dan pikiran sudah lelah, tidak ada jumlah gaji atau bonus yang bisa menahan seseorang untuk tetap bertahan.

Bagi kamu yang sedang mempertimbangkan untuk resign, pastikan keputusan itu diambil dengan kesadaran penuh dan bukan karena emosi sesaat. Evaluasi dulu apa yang sebenarnya membuatmu tidak nyaman. Namun, jika semua upaya sudah dilakukan dan kondisi tak juga berubah, maka mungkin sudah waktunya untuk melepaskan dan mencari tempat baru yang bisa memberikan ruang tumbuh, ketenangan batin, serta semangat untuk bekerja dengan hati yang lebih bahagia.

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments